Penuaan atau aging adalah suatu proses menghilangnya fungsi fisiologis secara progresif, yang menyebabkan gangguan fungsi organ dan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap terjadinya penuaan yang berakibat pada kematian. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penuaan, yaitu stress, ketidak seimbangan nutrisi, merokok, obesitas, dan memendeknya telomer pada DNA akibat faktor lingkungan, gaya hidup, dan dampak sinar ultraviolet matahari.
Faktor yang menyebabkan terjadinya penuaan dapat dibedakan menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang terdapat dari dalam tubuh yang menyebabkan penuaan, contohnya genetik. Sedangkan faktor ekstrinsik contohnya adalah eksposur berlebih dari sinar matahari, polusi udara, polusi asap rokok, dan gaya hidup.
Seperti kita ketahui, kulit adalah organ terbesar dan merupakan pelindung pertama tubuh dari faktor eksternal, terutama paparan sinar matahari. 80% paparan sinar matahari sangat berperan besar terhadap terjadinya kulit kering, keriput, terbentuknya melanoma dan photoaging. Sinar ultraviolet merupakan mutagen lingkungan yang mampu membentuk kondisi patologis kulit, mulai dari eritema, inflamasi, penuaan, dan kanker kulit. Apabila kulit tidak dilindungi dengan baik, maka dampak sinar Ultraviolet mampu menyebabkan lesi dan mengganggu proses replikasi di dalam DNA.
Sinar Ultraviolet dapat diklasifikasikan sebagai “karsinogen komplit” atau “complete carcinogen” dikarenakan sifatnya yang mutagen dan dapat memicu terbentuknya tumor dan kanker. Tetapi penelitian ini juga menyebutkan bahwa sinar UV juga mempunyai keuntungan bagi manusia, terutama dalam proses terbentuknya vitamin D dan hormon endorfin pada kulit, sehingga dampak sinar Ultraviolet tidak selalu bersifat merugikan.
Secara molekuler, sinar UV sangat berhubungan dengan terbentuknya tiga jenis kanker kulit, yaitu karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma malignan. Setidaknya satu juta individu di Amerika Serikat menderita satu diantara tiga jenis kanker kulit ini akibat penggunaan sinar UV kosmetik melalui mesin tanning / penggelap warna kulit. Selain keganasan, efek sinar UV juga berhubungan dengan terjadinya photoaging. Definisi photoaging adalah kondisi penuaan dini kulit yang diakibatkan oleh eksposur berulang dari sinar ultraviolet (UV), baik dari matahari maupun sinar UV buatan. Efek dari sinar UV inilah yang dapat menyebabkan perubahan pada struktur kulit.
Terbentuknya photoaging pada kulit sangat bergantung pada jumlah melanin pada kulit dan derajat sinar ultraviolet atau degree of ultraviolet radiation (UVR). UVR mengaktivasi reseptor sel pada permukaan kulit khususnya keratinosit dan fibroblas, kemudian memecah kolagen di dalam ekstraseluler matriks dan menginterupsi proses terbentuknya kolagen. Selain itu, UVR merusak struktur integritas pada kulit, membentuk bekas luka akibat sinar matahari (flek atau solar scar), sehingga menyebabkan terjadinya atrofi dan keriput. Individu yang mempunyai kulit putih dan tinggal pada wilayah atau negara yang paling banyak terkena sinar matahari sangat rentan untuk mengalami photoaging dikarenakan banyaknya jumlah UVR pada daerah tersebut.
Paparan UVR dapat menyebabkan oksidasi dari biomolekul sel di dalam kulit, sehingga diperlukan pencegah untuk melindungi sel-sel kulit dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radiasi UV. Penelitian menyebutkan bahwa vitamin dan nutrisi yang kaya akan antioksidan dapat memberikan efek sinergis untuk mencegah terjadinya kerusakan oksidatif yang lebih parah.
Tanda-tanda klinis akibat photoaging dapat dilihat dari keriput wajah, hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, kulit kasar, elastisitas kulit yang turun, warna kulit kusam, telangiektasis, purpura purinik, lesi pre-kanker, dan melanoma. Area kulit yang paling sering terkena adalah wajah, leher, dada bagian atas, tangan, dan lengan bawah. Tanda-tanda klinis ini harus dibedakan dengan penuaan kulit kronologis. Penuaan kulit kronologis hanya ditandai dengan kerutan halus dan terbentuknya keratosis seboroik tanpa adanya hipo/hiperpigmentasi dan kerusakan vaskuler seperti yang dialami oleh penderita yang mengalami penuaan akibat photoaging.
Matahari merupakan sumber utama dari UVR dan merupakan kontributor pertama dalam etiologi terbentuknya photoaging. Terdapat tiga jenis UVR yaitu UVA, UVB dan UVC. Radiasi UVC (100 hingga 290 nm) hampir sepenuhnya diserap oleh lapisan ozon dan tidak mempengaruhi kulit. UVB (290-320 nm) mempengaruhi lapisan superfisial kulit (epidermis) dan menyebabkan kulit terbakar matahari. Keadaan ini paling intens dirasakan antara jam 10 pagi hingga jam 2 siang, terutama pada musim panas. UVA (320 hingga 400 nm) diyakini memiliki efek paling minimal pada kulit, tetapi studi terbaru menunjukkan bahwa UVA mampu menembus ke lapisan kulit yang lebih dalam (misalnya, sekitar 20% pada 365 nm), lebih berlimpah di bawah sinar matahari (95% dari UVA dan 5% dari UVB), dan karena itu dapat memberikan kerusakan kulit yang lebih parah.
KLASIFIKASI PHOTOAGING
Menurut Ricard G. Glogau, pasien diklasifikasikan sebagai photoaging tipe I sampai IV, tergantung pada tingkat kerutan yang terlihat di kulit, terutama pada wajah. Semetara pada daerah lain, seperti dada bagian atas, punggung tangan, dan lengan ekstensor, mungkin juga bidang yang menjadi perhatian, sebgai hal praktis, kerusakan akibat sinar matahari pada wajah biasanya yang menjadi alasan utama pasien ke dokter.
Group | Classificasion | Type Age | Description | Skin Characteristics |
I | Permulaan | 28 – 35 | Tidak terdapat kerutan – kerutan | Permulaan photoaging : perubahan pigmen ringan, tidak terjadi keratosis, kerutan minimal, minimal atau tidak membutuhkan makeup. |
II | Sedang | 35 – 50 | Kerutan saat bergerak | Permulaan menuju sedang photoaging : bercak coklat mulai muncul, keratosis jelas namun tidak Nampak, garis – garis sejajar mulai muncul, menggunakan sedikit foundation. |
III | Lanjutan | 50 – 60 | Kerutan saat beristirahat | Photoaging lanjutan : ketidakseragaman warna kulit jelas, pembuluh darah tampak ( telangiectasias ), keratosis tampak, butuh pengguanaan foundation lebih banyak. |
IV | Parah | 60 – 75 | Hanya kerutan | Photoaging parah : warna kulit kuning – kelabu, penyakit berbahaya pada kulit, kerutan – kerutan yang dalam – kulit tidak normal, tidak dapat menggunakan makeup karena akan lengket dan terlihat retak. |
Tipe I Tipe II
Tipe III Tipe IV
Secara garis besar gejala penuaan intrinsic dan penuaan ekstrinsik ( photoaging ) dapat dibedakan sebagai berikut :
Penuaan Intrinsik | Penuaan Ekstrinsik |
|
|
Terapi untuk Photoaging
Pencegahan photoaging dapat dilakukan dengan memberikan perlindungan pada permukaan kulit salah satunya adalah dengan menggunakan tabir surya pada daerah yang sering terpapar dengan sinar matahari. Tabir surya merupakan sediaan topikal yang dapat mengurangi dampak radiasi ultraviolet dengan cara menyerap, memantulkan atau menghamburkan radiasi ultraviolet.
Tabir surya sendiri dapat memberikan perlindungan memadai dari radiasi UV. Tabir surya memiliki fungsi terbaik untuk mencegah kulit terbakar radiasi UV-B. Tabir surya memberikan perlindungan yang lebih terbatas dari radiasi UV-A. Dalam kondisi paparan UVR terus menerus, tabir surya harus dioleskan ulang setelah beberapa jam.
Bahan-Bahan Tabir Surya
Ultraviolet B
Padimate O
Para- aminobenzoic acid (PABA) adalah tabir surya yang secara luas tersedia. Jenis tabir surya ini membutuhkan vehikulum alkohol, dapat mewarnai pakaian, dan dapat memberikan efek yang merugikan. Padimate O adalah absorber UVB yang poten.
Octinoxate
Sinamat secara luas dapat menggantikan derivate PABA sebagai generasi tabir surya yang poten terhadap UVB. Octinoxate atau Octyl methoxycinnamate adalah bahan tabir surya yang sering digunakan. Octinoxate adalah golongan yang memiliki potensi yang lebih kecil dibandingkan dengan padimate O.
Octisalate
Octisalate atau octyl salicylate digunakan untuk memperkuat proteksi terhadap UVB dalam tabir surya. Salicylate merupakan absorber UVB yang lemah dan umumnya digunakan dengan filter UV lainnya. Salisilat harus digunakan dalam konsentrasi yang tinggi. Salisilat aman untuk digunakan.
Ultraviolet A
Titanium dioxide
Bahan tabir surya yang ideal, tidak memiliki reaksi kimia pada kulit, aman, dan dapat menyerap atau memantulkan spectrum UV. Bahan ini hanya memiliki satu kekurangan, yakni masalah estetika karena bahan ini terlihat di permukaan kulit karena memili ukuran partikel yang besar. Dengan mengurangi ukuran partikel dari pigmen menjadi ukuran mikro, dengan demikian membuat bahan ini kurang terlihat di permukaan kulit. Bahan ini dapat diklasifikasikan sebagai agen yang memiliki spectrum luas.
Zinc oxide
Telah digunakan dalam jangka waktu yang lama dalam pembuatan tabir surya dan sudah disetujui oleh FDA. Seperti titanium dioxide, pengurangan ukuran menjadi ukuran ultra-kecil telah dikembangkan untuk bahan ini dengan kelebihan bias memberikan spectrum perlindungan yang lebih luas. Zinc oxide kurang memutihkan (tidak terligat di kulit) dibandingkan titanium dioxide dan memberikan proteksi terhadap UV-A I.
Faktor Pelindung Surya / Sun Protecting Factor (SPF)
Efektivitas pelindung surya diukur dengan harga faktor pelindung suryanya. Faktor pelindung surya adalah harga perbandingan antara jumlah energi UVB yang diperlukan untuk menimbulkah reaksi eritema minimal (MED) pada kulit yang diolesi tabir surya dengan kulit yang tanpa olesan tabir surya. SPF hanya berdasarkan pada pengukuran sinar UVB bukan sinar UVA.
Makin besar nilai SPFnya makin besar pula perlindungannya terhadap sinar matahari. Harga SPF pada setiap saat dapat berkurang bila terdapat : peningkatan suhu, kelembaban, berkeringat, dan berenang. SPF 15 mampu menyaring 93% dari radiasi UVB dan SPF 30 mampu menyaring 97% dari radiasi UVB. Metode standar FDA untuk menguji dengan mengoleskan tabir surya dengan ketebalan 2 mg/cm2. Beberapa penelitian menyebutkan pada kondisi penggunaannya pada uji laboratorium dengan ketebalan 0,5-1,0 mg/cm2, bisa menyebabkan menurunnya efektivitas SPF.
Pengobatan Photoaging
Asam Retinoat
Retinoid termasuk kelompok alami dan bahan sintetis yang ditandai dengan aktivitas biologis seperti vitamin A (vitamin A-like). Retinoid dapat memperbaiki terjadinya photoaging dengan cara memperbaiki struktur kulit yang berhubungan dengan photoaging. Pada penelitian ini, peneliti menunjukkan 6-12 bulan terapi dengan tretinoin 0,05% pada muka dan lengan menginduksi ketebalan atrofi epidermis, mengeliminasi dysplasia dan atipia, menghasilkan melanin serta membentuk kolagen dan pembuluh darah baru.
Sekitar 92% pasien yang menggunakan tretinoin di berbagai studi klinis dilaporkan mengalami “retinoid dermatitis”, contohnya eritema. Kondisi ini biasanya memuncak pada awal terapi dan menghilang ketika terapi tidak dilanjutkan. (Pride, 2008)
Ketika kulit diterapi dengan RA topical, konsentrasi RA kulit meningkat untuk mengaktifkan transkripsi gen pada reseptor retinoid. Terapi retinoid pada kulit normal juga menurunkan sifat kohesif stratum korneum, kerusakan pelindung kulit. Hyperplasia kulit akibat RA membutuhkan reseptor retinoid fungsional, dan utamanya dimediasi oleh RARs (reseptor RA). Intensitas iritasi dan scaling berhubungan langsung dengan jumlah RA yang diberikan, sejak dikurangi konsentrasi RA topical terjadi penurunan iritasi.
Peptide
Peptide adalah rantai asam amino yang merupakan fragmen dari protein besar seperti kolagen. Terdapat berbagai pembuktian bahwa fragmen peptide memiliki efek penyembuhan luka dengan menembus ke dalam dermis serta menstimulasi kolagen.
Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang bekerja pada kulit untuk mengurangi ROS, dimana ROS ini dihasilkan akibat kerusakan akibat UV yang berujung pada degradasi kolagen. Beberapa jenis antioksidan dapat menghasilkan efek anti aging dengan cara mencegah atau bahkan memperbaiki kerusakan akibat matahari. Idebenone adalah analoq sintetis dari Coenzym Q10 dengan aktivitas antioksidan yang poten. Zat ini dapat melembutkan kulit, meningkatkan hidrasi, mengurangi kerutan halus, dan berkaitan dengan peningkatan secara umum pada kulit dengan photoaging.
Vitamin C 5% topical yang dioleskan selama 6 bulan menunjukkan peningkatan pada penampakan kulit dengan photoaging dalam kekenyalan, kelembutan, dan kelembabannya. Vitamin C topical menstimulasi aktivitas produksi kolagen pada kulit. (Helfrich et al., 2008)
Pengisian Botolinum Toxin
Toksin botulinum adalah salah satu bahan toksin paling kuat yang dikenal dalam toksikologi. Toksin botulinum menghambat parasimpatis asetilkolin (chemodenervation), yang mencegah fusi dari vesikel asetilkolin dengan membran plasma, dengan demikian juga mencegah pelepasan asetilkolin ke dalam celah sinaptik. Eksotoksin yang dihasilkan dari Clostridium botulinum mampu melumpuhkan otot-otot mimik wajah. Botulinum toksin, digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan metode lain dari peremajaan wajah, seperti pengelupasan kulit secara kimiawi, laser resurfacing, dermabrasi, atau augmentasi jaringan lunak.
Perubahan dinamis disebabkan oleh hipertonisitas otot. Peningkatan hipertonisitas setelah injeksi intramuskular botulinum pertama muncul setelah 24-72 jam, mencapai puncak dengan 1 bulan setelah injeksi, dan berlangsung biasanya selama 3 – 4 bulan, tapi mungkin bertahan selama 6-8 bulan atau lebih.
Laser
Laser merupakan terapi terbaru dan paling populer dalam penanganan penuaan saat ini. Ablative laser dianggap sebagai gold standard untuk meningkatkan penampilan pada penuaan kuit wajah. Secara umum, merujuk pada Laser Karbon Dioksida (10,600nm). Laser ini memperbaiki garis halus dan kerutan serta dispigmentasi pada wajah. Prosedur ini bekerja dengan memberikan pemanasan pada epidermis dan papiler dermis sehingga dapat terbentuk neokolagenesis.